Jumat, 21 Oktober 2011

Empat Pilar Sistem Pemerintahan Islam

Pengantar
Sistem pemerintahan itu seperti sebuah bangunan; kokoh-tidaknya dipengaruhi oleh fondasi/pilar yang menjadi penopangnya. Jika kita memperhatikan sistem pemerintahan berbasis ideologi yang ada di dunia, maka kita menemukan bahwa sistem pemerintahan yang berbasis ideologi Kapitalisme dan Sosialisme tidak ada yang mampu bertahan dengan kokoh dan kuat hingga memasuki masa satu abad. Keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991 menandai hancurnya ideologi Sosialisme ateis ini. Kini, maraknya aksi anti-ekonomi AS yang berlangsung akahir-akhir ini menjadi pertanda bahwa ideologi Kapitalisme sedang sekarat. Sebaliknya, sistem pemerintahan yang berbasis ideologi Islam atau sistem pemerintahan Islam mampu bertahan dengan kuat dan kokoh hampir tiga belas abad lamanya. Lalu, seperti apakah fondasi/pilar yang menjadi rahasia di balik kekuatan dan kokohnya sistem pemerintahan Islam tersebut?
Telaah kitab kali ini akan membahas Rancangan UUD (Masyrû’ Dustûr) Negara Islam pasal 22, yang berbunyi: “Sistem pemerintahan Islam tegak di atas empat pilar: (1) Kedaulatan milik syariah, bukan milik rakyat; (2) Kekuasaan berada di tangan rakyat; (3) Mengangkat satu orang Khalifah fardhu atas seluruh kaum Muslim; (4) Hanya Khalifah yang berhak mengadopsi hukum syariah dan menetapkan konstitusi.” (An-Nabhani,Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 109).
Kedaulatan Milik Syariah, Bukan Milik Rakyat
Kedaulatan (as-siyâdah) adalah istilah asing, yakni “otoritas absolut tertinggi, sebagai satu-satunya pemilik hak untuk menetapkan hukum segala sesuatu dan perbuatan.” (Al-Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 24).
Dalam hal kedaulatan ini, sistem pemerintahan Islam berbeda dengan sistem demokrasi. Dalam Sistem demokrasi, kedaulatan berangkat dari premis: jika seorang individu melakukan dan menjalankan kehendaknya sendiri, maka ia berdaulat atas dirinya sendiri; sebaliknya jika kehendaknya dilakukan dan dijalankan oleh orang lain, maka ia menjadi budak bagi orang lain; jika kehendak umat (rakyat) dijalankan oleh sejumlah individu yang telah diberi kewenangan untuk menjalankannya, maka umat menjadi tuan atas dirinya sendiri, sebaliknya jika kehendaknya dijalankan oleh orang lain dengan paksa, maka itu otoriterisme. Karena itu, sistem demokrasi menetapkan bahwa kedaulatan milik rakyat, yakni rakyatlah yang melakukan sendiri kehendaknya melalui orang yang telah diberi wewenang untuk melakukannya (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 110).
Sebaliknya, sistem pemerintahan Islam menetapkan bahwa kedaulatan milik syariah. Artinya, yang menjalankan kehendak individu adalah syariah, bukan individu manusia itu sesukanya. Kehendak dijalankan berdasarkan perintah dan larangan Allah. Begitu juga dengan umat (rakyat); semua kehendaknya ditentukan dan dijalankan berdasarkan perintah dan larangan Allah. Dalil atas masalah ini adalah firman Allah SWT:
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ
Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (QS an-Nisa’ [4]: 65).
Rasulullah saw. juga bersabda:
« لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتىَّ يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبْعاً لِمَا جِئْتُ بِهِ »
Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian hingga setiap keinginannya mengikuti apa (syariah) yang telah aku bawa (HR Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah).
Imam an-Nawawi berkata bahwa hadis ini hasan-shahih (An-Nawawi, Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, hlm. 111).
Dengan demikian satu-satunya penentu kehendak umat dan individu adalah syariah yang dibawa oleh Rasulullah saw. Artinya, umat dan individu harus tunduk pada ketentuan syariah. Dari sinilah ditetapkan bahwa kedaulatan milik syariah. Inilah pendapat mayoritas kaum Muslim. Bahkan, menurut Imam asy-Syaukani dalam masalah ini tidak ada perbedaan di kalangan ulama ushul dan lainnya (Al-Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 34).
Oleh karena itu, Khalifah tidak dibaiat oleh umat sebagai pekerjanya untuk menjalankan kehendak umat, sebagaimana dalam sistem demokrasi. Khalifah dibaiat oleh umat untuk menerapkan al-Quran dan as-Sunnah (syariah). Karena itu, ketika ada anggota masyarakat yang membangkang dari ketentuan syariah, maka Khalifah akan memeranginya hingga mereka kembali dan mengakui kesalahannya (An-Nabhani,Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 111).
Kekuasaan di Tangan Rakyat
Pilar ini diambil melalui penelitian dan kajian mendalam atas hukum-hukum syariah dan realitas politik dalam kehidupan Islam, bahwa pengangkatan seorang kepala negara (khalifah) tidak sah kecuali melalui kehendak (baiat) dari umat, mayoritas umat, atau yang mewakili kehendak umat, yaitu ahlul halli wal aqdi; dan bahwa khalifah hanya mengambil kekuasaan melalui baiat umat ini (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 111; Al-Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 97; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 20).
Dalil yang menetapkan pengangkatan khalifah harus oleh umat jelas sekali ditunjukkan dalam hadis-hadis tentang baiat. Di antaranya hadis dari Ubadah bin Shamit yang berkata:
« بَايَعْنَا رَسُولَ ا للهُ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ »
Kami telah membaiat Rasulullah saw. untuk senantiasa mendengar dan menaati beliau, baik dalam keadaan yang kami senangi maupun yang tidak kami senangi (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadis ini dipahami bahwa kaum Muslimlah yang membaiat Khalifah, bukan Khalifah yang membaiat kaum Muslim, yakni kaum Muslim yang menjadikan khalifah penguasa atas mereka. Realitas sejarah sepanjang masa Khulafa ar-Rasyidin menunjukkan bahwa mereka tidak menjadi khalifah kecuali melalui pembaiatan umat kepada mereka (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 111).
Dalil bahwa Khalifah mengambil kekuasaan hanya melalui baiat umat ini juga jelas ditunjukkan oleh hadis-hadis tentang kewajiban taat kepada Khalifah dan hadis-hadis tentang kesatuan Khilafah. Di antaranya hadis dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash yang berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
« مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ مَا اسْتَطَاعَ، فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الآخَرِ »
Siapa saja yang telah membaiat seorang imam/khalifah, lalu memberikan uluran tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia menaati khalifah itu selama masih mampu. Kemudian jika datang orang lain yang akan merebut kekuasaannya, maka penggallah leher orang itu (HR Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa Khalifah mendapatkan kekuasaan hanya melalui baiat. Sebab, Allah mewajibkan umat taat kepada Khalifah karena adanya baiat: siapa saja yang telah membaiat … maka hendaklah ia menaatinya. Artinya, Khalifah itu telah mengambil Khilafah dengan baiat itu sehingga ia wajib ditaati, sebab ia seorang khalifah yang telah dibaiat. Ini merupakan dalil yang jelas bahwa “kekuasaan berada di tangan rakyat” yang akan diberikan kepada siapa yang mereka kehendaki (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 112; Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 97).
Mengangkat Seorang Khalifah Fardhu atas Seluruh Kaum Muslim
Dalil atas pilar sistem pemerintahan Islam yang ketiga ini ditunjukkan dalam dalam hadis Rasulullah saw. melalui penuturan Nafi’ dari Abdullah bin Umar ra. yang berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
« مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِىَ ا للهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِى عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً »
Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan (kepada Khalifah), maka ia pasti menjumpai Allah pada Hari Kiamat nanti tanpa memiliki hujjah. Siapa saja yang meninggal, sementara di pundaknya tidak ada baiat, maka ia mati seperti mati dalam keadaan jahiliah (berdosa) (HR Muslim).
Berdasarkan hadis ini setiap Muslim wajib di pundaknya ada baiat kepada Khalifah. Namun, beliau tidak mewajibkan setiap Muslim membaiat Khalifah secara langsung. Yang wajib adalah adanya baiat di pundak setiap Muslim, yakni adanya Khalifah yang bisa dibaiat. Dengan demikian, adanya Khalifah itulah yang menjadikan di pundak setiap Muslim ada baiat, baik ia membaiat khalifah secara langsung atau tidak (An-Nabhani,Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 113; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 11).
Adapun dalil bahwa keberadaan khalifah itu harus satu saja adalah hadis riwayat Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
« إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الآخِرَ مِنْهُمَا »
Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir di antara keduanya (HR Muslim).
Hadis ini dengan jelas menunjukkan bahwa haram di tengah-tengah kaum Muslim ada dua orang khalifah. Sebab, Rasulullah saw memerintahkan supaya membunuh khalifah yang datang setelah adanya khalifah yang sah menurut syariah (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 113; Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah II, hlm. 38; Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah, hlm. 37; Khalidi, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, hlm. 316).
Hanya Khalifah yang Berhak Mengadopsi Hukum Syariah dan Menetapkan Konstitusi
Pilar keempat ini menegaskan bahwa otoritas untuk mengadopsi dan menetapkan hukum ada di tangan Khalifah selaku kepala negara. Dalilnya adalah Ijmak Sahabat. Misalnya, pada saat Abu Bakar menjadi Khalifah, beliau menetapkan ucapan talak sebanyak tiga kali dihukumi talak satu. Namun, saat Umar bin al-Khaththab menjadi khalifah, beliau menetapkan ucapan talak sebanyak tiga kali dihukumi talak tiga. Para Sahabat Nabi saw. tidak ada yang mengingkari tindakan kedua Khalifah itu. Dengan demikian, telah terwujud Ijmak Sahabat dalam dua persoalan. Pertama: Khalifah berhak mengadopsi dan menetapkan hukum syariah yang diberlakukan secara umum kepada seluruh rakyat.Kedua: wajib atas rakyat menaati Khalifah dalam hukum-hukum syariah yang telah diberlakukan (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 17).
Berdasarkan Ijmak Sahabat tersebut di-istinbâth atau digali beberapa kaidah syariah yang terkenal, yaitu:
« أَمْرُ الإِمَامِ يَرْفَعُ الْخِلاَفَ »
Perintah Imam (Khalifah) menghilangkan perbedaan pendapat.
« أَمْرُ الإِمَامِ نَافِذٌ ظَاهِراً وَبَاطِناً »
Perintah Imam (Khalifah) wajib dilaksanakan secara lahir maupun batin.
« لِلسُّلْطَانِ أَنْ يُحْدِثَ مِنَ الأَقْضِيَةِ بِقَدْرِ مَا يَحْدُثُ مِنْ مُشْكِلاَتٍ »
Penguasa berhak menetapkan keputusan-keputusan baru sesuai dengan problem-problem baru yang terjadi (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustûr, hlm. 113).
Dengan ini jelaslah bahwa hak mengadopsi hukum syariah dan memberlakukan konstitusi dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah) ada di tangan Khalifah saja, bukan yang lain.
Khatimah
Inilah empat pilar yang menjadi rahasia di balik kekuatan dan kokohnya sistem pemerintahan Islam (Khilafah), yang tidak lama lagi akan tegak kembali. Dengan izin Allah, Khilafah akan segera menggantikan sistem pemerintahan berbasis ideologi Kapitalisme yang telah sekarat, yang akhir-akhir ini marak dikecam rakyat, termasuk di jantung pusat persemayamannya, di Amerika Serikat. WalLâhu a’lam bish-shawâb[]Muhammad Bajuri
Daftar Bacaan
Hizbut Tahrir, Ajhizah Dawlah al-Khilâfah (fi al-Hukm wa al-Idârah), (Beirut: Darul Ummah), Cetakan I, 2005.
Al-Khalidi, Dr. Mahmud, Qawâid Nizhâm al-Hukm fi al-Islâm, (Beirut: Maktabah al-Muhtasib), Cetakan II, 1983.
An-Nabhani, Asy-Syaikh Taqiyuddih, Muqaddimah ad-Dustûr aw al-Asbâb al-Mujîbah Lahu, Jilid I, (Beirut: Darul Ummah), Cetakan II, 2009.
An-Nabhanai, Asy-Syaikh Taqiyuddih, Asy-Syakhshiyah al-Islâmiyah II, (Beirut: Darul Ummah), Cetakan V, 2003.
An-Nawawi, Al-Imam Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf, Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah, (Beirut: Darul Kurub al-Ilmiyah), Cetakan I, 2001.

Pencegahan Penyakit di Masa Khilafah

Oleh: Dr. Fahmi Amhar
Siapapun tahu, bahwa pada masa sekarang ini, biaya kesehatan sangat mahal.  Bila orang terlanjur sakit, maka membuatnya kembali sehat, apalagi harus diberi tindakan medis (operasi misalnya), atau setidaknya harus dirawat-inap di rumah sakit, bisa meludeskan uang yang telah ditabung bertahun-tahun.  Walhasil, seratus juta lebih rakyat miskin di negeri ini dilarang sakit.
Menurut seorang pakar instrumentasi kesehatan, biaya medis yang tinggi itu 60 persen baru untuk mengetahui penyakitnya, yaitu berupa peralatan canggih seperti sinar roentgen, CT-scan atau berbagai alat lab untuk uji darah.  Baru 40 persennya untuk terapi.  Yang mengerikan, banyak alat-alat tersebut sudah lama tidak dikalibrasi, sehingga boleh jadi banyak orang yang divonis sakit padahal sehat, juga sebaliknya, dinyatakan sehat padahal sakit, atau bahkan dianggap sakit A, padahal sebenarnya sakit B.
Karena itu sangatlah wajar, bila orang lalu lari kepada pencegahan.  Bagaimanapun mencegah penyakit lebih murah dari mengobati.  Gerakan “hidup sehat ala Nabi” menjadi trendy.  Rasulullah memang banyak memberi contoh kebiasaan sehari-hari untuk mencegah penyakit.  Misalnya: menjaga kebersihan; makan setelah lapar dan berhenti sebelum kenyang; lebih banyak makan buah (saat itu buah paling tersedia di Madinah adalah rutab atau kurma segar); mengisi perut dengan sepertiga makanan, sepertiga air dan sepertiga udara; kebiasaan puasa Senin-Kamis; mengonsumsi madu, susu kambing atau habatus saudah, dan sebagainya.
Bagi yang terlanjur sakit dan mencari pengobatan yang lebih murah, juga tersedia “berobat cara Nabi” alias Thibbun Nabawi, yang obatnya didominasi madu, habatus saudah dan beberapa jenis herbal.  Kadang ditambah bekam dan ruqyah.  Pengobatan ini jauh lebih murah karena praktisinya cukup ikut kursus singkat, tidak harus kuliah di fakultas kedokteran bertahun-tahun.  Profesi thabib atau hijamah ini juga relatif belum diatur, belum ada kode etik dan asosiasi profesi yang mengawasinya, sehingga tidak perlu biaya tinggi khas kapitalisme.
Namun sebagian aktivis gerakan ini dalam perjalanannya terlalu bersemangat, sehingga lalu bertendensi menolak ilmu kedokteran modern, seakan “bukan cara Nabi”.  Realitas pelayanan kesehatan modern yang saat ini sangat kapitalistik menjadi alasan untuk menuduh seluruh ilmu kedokteran modern ini sudah terkontaminasi oleh pandangan hidup Barat, sehingga harus ditolak.
Salah satu contoh adalah gerakan menolak vaksinasi.  Sambil mengutip data dampak negatif vaksinasi dari media populer Barat (yang sebenarnya kontroversial), dengan amat semangat, gerakan ini menyatakan bahwa “di masa khilafah tanpa vaksinasi juga manusia tetap sehat” atau “sebelum ada vaksinasi, tidak ada penyakit-penyakit ganas seperti kanker”.
Tentu menjadi menarik untuk melihat seperti apa pencegahan penyakit di masa Khilafah itu?
Sebelumnya perlu diketahui, bahwa vaksinasi memang sebuah teknologi dalam ilmu kedokteran yang baru ditemukan oleh Edward Jenner pada akhir abad-18 dan dipopulerkan awal abad-19.  Vaksin penemuan Jenner ini berhasil melenyapkan penyakit cacar (small pox) - bukan cacar air (varicella).  Pada abad-19, penyakit cacar ini membunuh jutaan manusia setiap tahun, termasuk rakyat Daulah Khilafah!  Namun saat itu Daulah Khilafah sudah dalam masa kemundurannya.  Andaikata Daulah Khilafah masih jaya, barangkali teknik vaksinasi justru ditemukan oleh kaum Muslimin.
Dalilnya adalah Rasulullah menunjukkan persetujuannya pada beberapa teknik pengobatan yang dikenal semasa hidupnya, seperti bekam atau meminumkan air kencing onta pada sekelompok orang Badui yang menderita demam.  Lalu ada hadits di mana Rasulullah bersabda, “Antum a’lamu umuri dunyakum” - Kalian lebih tahu urusan dunia kalian. Hadits ini sekalipun munculnya terkait dengan teknik pertanian, namun dipahami oleh generasi Muslim terdahulu juga berlaku untuk teknik pengobatan.  Itulah mengapa beberapa abad kaum Muslim memimpin dunia di bidang kedokteran, baik secara kuratif maupun preventif, baik di teknologinya maupun manajemennya.
Muhammad ibn Zakariya ar Razi (865-925 M) menemukan kemoterapi.  Sekitar tahun 1000 M, Ammar ibn Ali al-Mawsili menemukan jarum hypodermik, yang dengannya dia dapat melakukan operasi bedah katarak pada mata!  Pada kurun waktu yang sama, Abu al-Qasim az-Zahrawi mengembangkan berbagai jenis anastesi dan alat-alat bedah, yang dengannya antara lain dapat dilakukan operasi curette untuk wanita yang janinnya mati.
Pada abad-11 Ibnu Sina menerbitkan bukunya Qanun fit-Thib, sebuah ensiklopedia pengobatan yang menjadi standar kedokteran dunia hingga abad 18.  Di dalam kitab itu juga ditemukan saran Ibnu Sina untuk mengatasi kanker, yakni “pisahkan dari jaringan yang sehat, potong dan angkat”.  Jadi 1000 tahun yang lalu, jauh sebelum ada vaksinasi, sudah ada penyakit kanker!  Karena penyakit ini memang sudah ditemui sejak Hipokrates, dokter Yunani Kuno.  Jadi tidak benar tuduhan bahwa kanker disebabkan oleh vaksinasi.
Copy halaman kitab Qanun fit Thib karya Ibnu Sina
Copy halaman kitab Qanun fit Thib karya Ibnu Sina
Semua penemuan teknologi ini tentunya hanya akan berhasil diaplikasikan bila masyarakat semakin sadar hidup sehat, pemerintah membangun fasilitas umum pencegah penyakit dan juga fasilitas pengobatan bagi yang telanjur sakit.  Kemudian para tenaga kesehatan juga orang-orang yang profesional dan memiliki integritas, bukan orang-orang dengan pendidikan asal-asalan serta bermental pedagang.
Menarik untuk mencatat bahwa di daulah Islam, pada tahun 800-an Masehi, madrasah sebagai sekolah rakyat praktis sudah terdapat di mana-mana.  Tak heran bahwa kemudian tingkat pemahaman masyarakat tentang kesehatan pada waktu itu sudah sangat baik.
Pada kurun abad 9-10 M, Qusta ibn Luqa, ar Razi, Ibn al Jazzar dan al Masihi membangun sistem pengelolaan sampah perkotaan, yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing orang, yang di perkotaan padat penduduk akan berakibat kota yang kumuh.  Kebersihan kota menjadi salah satu modal sehat selain kesadaran sehat karena pendidikan.
Tenaga kesehatan secara teratur diuji kompetensinya.  Dokter khalifah menguji setiap tabib agar mereka hanya mengobati sesuai pendidikan atau keahliannya.  Mereka harus diperankan sebagai konsultan kesehatan, dan bukan orang yang sok mampu mengatasi segala penyakit.
Pada abad-9, Ishaq bin Ali Rahawi menulis kitab Adab at-Tabib, yang untuk pertama kalinya ditujukan untuk kode etik kedokteran.  Ada 20 bab di dalam buku itu, di antaranya merekomendasikan agar ada peer-review atas setiap pendapat baru di dunia kedokteran.  Meskipun madu atau habatussaudah sudah direkomendasikan sebagai obat oleh Rasulullah, tetapi dosis yang tepat untuk penyakit-penyakit tertentu tetap harus diteliti.
Lalu kalau ada pasien yang meninggal, maka catatan medis sang dokter akan diperiksa oleh suatu dewan dokter untuk menguji apakah yang dilakukannya sudah sesuai standar layanan medik.  Hal-hal semacam ini yang sekarang justru masih absen di kalangan penggiat Thibbun Nabawi.
Ini adalah sisi hulu untuk mencegah penyakit, sehingga beban sisi hilir dalam pengobatan jauh lebih ringan.  Meski demikian, negara membangun banyak rumah sakit di hampir semua kota di Daulah Khilafah.
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa kaum Muslim terdahulu memahami bahwa sehat tidak hanya urusan dokter, tetapi pertama-tama adalah urusan masing-masing, walaupun juga tidak direduksi hanya sekedar pada kebiasaan mengonsumsi madu atau habatus saudah.  Ada sinergi yang luar biasa antara negara yang memfasilitasi manajemen kesehatan yang terpadu dan sekelompok ilmuwan Muslim yang memikul tanggung jawab mengembangkan teknologi.
Andaikata khilafah kembali tegak, maka pencegahan penyakit tidak hanya sekedar urusan vaksinasi, tetapi khilafah juga tidak menafikan keberadaan vaksinasi karena ini adalah produk teknologi seperti teknologi lain yang dikembangkan ilmuwan Muslim terdahulu.

Para Wakil Rakyat Berbeda Pendapat dalam Segala Hal Tetapi Bersepakat atas Kelangsungan Agressornya

بسْمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيمِ
Para Wakil Rakyat … Berbeda Pendapat dalam Segala Hal
Tetapi Mereka Bersepakat atas Kelangsungan Eksistensi Agressornya!
Sejak diikatnya perjanjian Amerika-Irak yang buruk untuk diucapkan, berbagai pernyataan disampaikan oleh sebagian besar politisi Irak yang mengungkapkan tekad mereka mengakhiri kehadiran militer Amerika agressor setelah tahun 2011. Waktu berakhirnya perjanjian telah diasumsikan. Diantaranya adalah pernyataan juru bicara resmi Ali ad-Dabagh pada tanggal 23/4/2011. Ia menyatakan, “pemerintah tidak berniat meminta dipertahankannya keberadaan kekuatan militer Amerika setelah akhir tahun 2011.” Kemudian ia menilai semua bocoran yang bertentangan dengan hal itu sebagai kebohongan. Ia menegaskan -sekali lagi- bahwa pemerintahnya tidak akan pernah sama sekali meminta perpanjangan. Itu disamping negosiasi (yang keras) yang dilakukan oleh al-Maliki dengan pihak Amerika setelah kelompok-kelompok politik mendelegasikannya untuk melakukan pembicaraan dengan orang-orang Amerika dalam konteks tersebut.
Pada tanggal 4/10/2011 kelompok-kelompok politik (representasi rakyat) menyerukan pertemuan yang tujuannya: menyelesaikan masalah yang menggantung antara pemerintah pusat dan wilayah Kurdistan; dan menyelesaikan masalah-masalah antara pelaksana bangsa Irak dan negara hukum. Namun ternyata pertemuan itu bergeser dari jalannya yang telah dideklarasikan, lalu menghasilkan kesepakatan semua kelompok politik atas tetap bertahannya kehadiran sebagian dari militer Amerika setelah tahun 2011, sebagai (pelatih bagi militer Irak bersama para penasihat dan ahli) tanpa menyatakan jumlah kekuatan ini.
Wahai Warga di Irak:
Perjanjian yang gagal ini mengungkap hakikat sikap sebelumnya dan menampakkan hakikat-hakikat berikut:
1.       Berbagai pernyataan pers untuk menolak eksistensi Amerika tidak lain hanyalah opini media dengan tujuan untuk menyesatkan warga Irak.
2.       Prioritas kelompok-kelompok itu adalah mengimplementasikan keinginan-keinginan Amerika meski mendatangkan penderitaan rakyat akibat pertarungan-pertarungan itu yang bagaimanapun sengitnya tidak menyibukkan Amerika sama sekali. Meski terjadi perselisihan di antara kelompok-kelompok itu, namun semuanya sepakat untuk mendeklarasikan tetap bertahannya sebagian dari militer kafir agressor.
3.       Amerika berusaha meniupkan ruh ke dalam pemerintahan yang ditinggalkan oleh kehidupan sehingga menjadi seperti mayat -akibat dari adanya kepentingan berbagai kelompok yang centang perenang dan kerusakan yang meliputi segala sisi dalam segenap aspek- dan menampakkannya dengan penampilan sebagai kekuatan yang bisa mendektekan keputusan terhadap Amerika, seperti pernyataan menolak pemberian kekebalan hukum untuk militer yang masih tersisa di Irak.
Wahai Kaum Muslim di Irak:
Tetap bertahannya sebagian dari militer pendudukan agressor, meski hanya satu orang tentara saja, sudah cukup menjadi bukti atas terus belangsungnya pendudukan Irak dan Irak belum bebas. Juga menjadi bukti bahwa pemerintah tidak memiliki kekuasaan apapun terhadap tentara tanpa memperhatikan apakah diberi kekebalan hukum atau tidak. Hal itu meniscayakan Anda untuk mereview kembali dan memahami bahwa apa saja yang dibawa oleh pendudukan baik aktifitas politik, pemerintah dan konstitusi, adalah batil. Semua itu yang pertama dan terakhir demi kepentingan kafir pendudukan. Juga meniscayakan Anda untuk meriview pandangan dan memahami bahwa tidak ada jalan keluar untuk Anda dari kehinaan dan kerendahan itu kecuali dengan keluarnya pendudukan berikut tentara, sistem dan kroni-kroninya; dan kembali kepada manhaj Rabb kita SWT; dan melanjutkan kembali berhukum kepada syariah-Nya. Hal itu adalah dengan tegaknya Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah yang telah diberitakan oleh nabi kita Muhammad saw. Di dalamya terdapat solusi yang efektif dan obat yang mujarab dengan izin Allah. Di dalamnya terdapat keadilan dan kerahmatan. Di dalamnya ada keselamatan dan jalan keluar dari semua jenis kerendahan yang menghinakan negeri kita dan negeri kaum Muslim lainnya. Sehingga umat Islam kita akan kembali menjadi seperti yang disifati oleh Rabb kita SWT:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran [3]: 110)
9 Dzulqa’dah 1432 H/7 Oktober 2011 M
Hizbut Tahrir
Wilayah Irak


Contoh Kezaliman Karimov kepada Syabab Hizbut Tahrir di Penjara-Penjara Uzbekistan

Contoh Kezaliman Karimov kepada Syabab Hizbut Tahrir di Penjara-Penjara Uzbekistan

Kejadian berikut terjadi di penjara уя 64/45 di kota Alimah Liq propinsi Tasqend:
Informasi-informasi tentang penjara ini:
Pada pertengahan bulan Juni tahun ini (2011), kezaliman rezim berkuasa terhadap kami sangat meningkat sampai pada bentuk yang paling brutal. Setiap anggota Hizb kita di penjara ini disiksa dan dipaksa untuk mengatakan siapa yang mengatur urusan syabab di penjara dan mensupervisi untuk memberikan pelajaran keagamaan kepada mereka di penjara. Salah seorang syabab tidak bisa bersabar terhadap kerasnya siksaan dan akhirnya mengaku bahwa yang memimpn para tahanan di dalam penjara adalah seorang syabab yang bernama Panji dari kota Urganj. Maka mereka pun mulai menyiksa Panji. Tetapi dia tetap teguh, bersabar dan tidak mengatakan sedikit pun tentang siapa yang memimpin urusan syabab di penjara.
Maka direktur penjara dan para pembantunya membakar kedua tangan dan kaki Panji menggunakan pemantik rokok dan lilin panas.
Ia bersabar terhadap siksaan-siksaan tersebut dan tidak mengatakan apapun kepada mereka. Maka mereka melakukan kejahatan mereka yang brutal dengan membakar kemaluannya yang mengantarkannya kepada kesyahidan, rahimahullah.
Ketika demikian, salah seorang tahanan (di antara anggota Hizb) menulis pengaduan ke penuntut umum di Tasqend. Kepala penjara tidak rela mengirimkannya ke penuntut umum. Maka penulis pengaduan itu menggigit salah satu jarinya hingga terpotong dan meletakkannya di kantor kepala penjara. Setelah terjadi masalah itu, penuntut umum datang dari Tasqend. Ia meminta dari tahanan yang memotong jarinya itu untuk diperiksa tentang detil kematian anggota Hizb, Panji. Kemudian penuntut umum bertanya kepadanya “bagaimana jarimu?” Ia menjawab: “seandainya masalah itu terulang kembali, akan saya lakukan hal yang sama terhadap jari-jari saya yang masih tersisa”.
Para syabab di dalam penjara tetap berpuasa meski mendapat siksaan. Maka para sipir penjara memaksa pada tahanan yang berpuasa untuk berjalan dan berlari dalam waktu yang lama untuk membuat mereka kelalahan hingga pingsan. Pada hari-hari di mana komite inspeksi datang, maka sipir penjara mengirimkan syabab yang mengajukan pengaduan kepada komite inspeksi itu ke penjara lain untuk waktu satu bulan supaya komite inspeksi tidak bisa berbicara dengannya.
Ini adalah salah satu contoh penyiksaan brutal di penjara-penjara Karimov, presiden Uzbekistan, yang sangat dengki kepada Islam dan syabab Hizbut Tahrir, dikarenakan mereka menyerukan Islam. Karimov berpesan kepada para begundalnya untuk menyiksa para syabab dan setiap orang yang berpegang kepada agamanya seperti para syabab. Maka para begundal Karimov melakukan berbagai bentuk penyiksaan tanpa takut kepada seorang pun. Akan tetapi Allah mengawasi mereka
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ ﴿٤٢﴾
dan janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak (QS Ibrahim [14]: 42)

Senin, 17 Oktober 2011

Pembunuhan Anwar al-Awlaki dan Hukum Rimba Tatanan Internasional

Jika logika hukum rimba dalam hubungan internasional menjadi pembenaran terhadap pembunuhan, sangat berbahaya
Seorang ulama yang dicap radikal oleh Barat,  Anwar al Awlaki, disebut-sebut telah dibunuh di Yaman. Kepastian terbunuhnya Anwar juga masih misteri. Pihak keluarga dan kabilah al Awlaki menyatakan tidak menemukan bukti Anwar telah terbunuh. Namun Amerika telah mengklaim membunuh ulama  berkewarnegaraan Amerika itu. Anwar al-Awlaki, ulama kelahiran Amerika, yang juga merupakan warga salah satu suku di Yaman, telah lama diburu oleh Amerika Serikat yang menuduhnya sebagai teroris dengan spesialisasi global. Presiden Obama dilaporakan secara langsung telah meminta dia dibunuh. Aparat Yaman sendiri telah memburunya sejak Desember 2007.
Pembunuhan Anwar al Awlaki menimbulkan kontroversi di negara Amerika sendiri. Apakah dibenarkan seorang presiden memerintahkan untuk membunuh warga Amerika atas nama perang melawan terorisme. Seorang pejabat senior AS menegaskan kepada Washington Post bahwa CIA tidak seharusnya membunuh seorang warga negara Amerika tanpa izin tertulis dari Kementerian Kehakiman. Dalam pandangan Pardes Kypriaa, pengacara di Pusat HAM Konstitusional, jika pembunuhan ini terjadi dengan tidak adanya ancaman atau bahaya kematian, maka dianggap sebagai pembunuhan ilegal  menurut Konstitusi AS dan hukum internasional.
Lepas dari perdebatan internal itu, bagi kita pembunuhan Anwar al Awlaki menunjukkan ‘hukum rimba’  dalam tatanan hubungan internasional saat ini. Siapa kuat dialah yang berkuasa. Amerika Serikat dengan segala agoransi atas nama perang terorisme berhak melakukan apapun. Mengintervensi sebuah negara dan membunuh penduduknya  yang dituduh secara sepihak oleh Amerika sebagai teroris dan radikal seperti yang dilakukan Amerika di Yaman, Irak, dan Afghanistan-Pakistan.
Pertanyaanya atas dasar apa Amerika berhak melakukan itu? Siapa yang mengangkatnya sebagai polisi dunia, sehingga berhak menghukum semua orang di dunia berdasarkan persepsi Amerika? Sejak kapan rakyat Irak, Pakistan, Afghanistan, Yaman, menjadi warga negara Amerika, sehingga berhak dihukum oleh polisi dunia Amerika? Apalagi pihak-pihak yang dituduh teroris sebagian besar, belum dibuktikan oleh pengadilan!
Tuduhan teroris pun sangat bias. Israel yang membunuh lebih dari 1.500 orang rakyat Palestina di Gaza dalam hitungan hari tidak disebut teroris. Sementara Hamas yang mengusir penjajah Israel dari negerinya dituduh teroris. Padahal korban Israel jauh lebih banyak.
Sesungguhnya bagi Amerika siapapun yang mengancam eksistensi penjajahan mereka akan dituduh teroris. Termasuk yang ingin memperjuangkan syariah dan khilafah. Seperti yang dinyatakan Henry Kissinger, Asisten Presiden AS untuk Keamanan Nasional (1969-1975) di Hindustan Times (2004). Menurutnya, apa yang dinamakan terorisme di Amerika sebenarnya adalah kebangkitan Islam radikal yang menentang  dunia sekuler dan dunia demokratis atas nama pendirian kembali semacam Kekhalifahan. (Hindustan Times, November 2004).
Logika hukum rimba dalam hubungan internasional ini yang menjadi pembenaran terhadap pembunuhan ini juga sangat berbahaya.  Kalau dengan alasan bahwa Anwar dituduh teroris, karena telah menyerukan pembunuhan terhadap warga Amerika, maka tentu menjadi sah pula, kalau pihak lain menyatakan Bush atau Obama adalah juga teroris yang juga berhak dibunuh.  Mengingat Bush dan Obama bukan hanya menyerukan tapi telah mengirim puluhan ribu pasukan Amerika ke Irak dan Afghanistan-Pakistan. Akibat pendudukan Amerika hampir satu juta orang terbunuh.
Kalau dengan alasan memburu teroris, Amerika berhak melakukan intervensi terhadap negara lain, menyerang negara lain, dan membunuh rakyat negara lain, tentu dengan logika yang sama, pihak lain berhak pula menyerang Amerika Serikat dengan alasan mencari teroris. Logika seperti ini pasti akan menyebabkan kekacauan tatanan dunia, seperti yang terjadi sekarang ini.
‘Ala kullli hal, bagi kita umat Islam, pembunuhan Anwar al Awlaki, pembunuhan massal di Irak, Afghanistan, Pakistan dan Palestina, dengan alasan apapun oleh negara penjajah Amerika dan sekutunya, harus dihentikan. Allah SWT sangat menghargai nyawa manusia. Sampai-sampai Rasulullah SAW mengatakan hancurnya bumi beserta isinya adalah lebih ringan bagi Allah dibanding dengan terbunuhnya nyawa seseorang.
Pembunuhan massal ini bisa terjadi karena pengkhianatan penguasa-penguasa negeri Islam yang memberikan jalan bagi negara imperialis untuk membunuh rakyatnya sendiri. Para pengkhianat ini lebih memilih  menyenangkan tuan-tuan imperialisnya. Karena itu mereka tidak layak untuk menjadi pemimpin umat.
Sudah saatnya penguasa-penguasa pengkhianat ini diturunkan dan kaum Muslim membaiat seorang Khalifah yang akan menjalankan syariah Islam. Sebab, hanya dengan sistem khilafah-lah umat Islam bisa bersatu, karena sistem ini mensyaratkan pemimpin yang satu untuk seluruh dunia Islam berdasarkan ketentuan syariah Islam. Khalifah akan menjadi al junnah (perisai) yang melindungi rakyatnya walaupun satu orang.
Ketiadaan khilafah telah menjadikan umat Islam kehilangan kekuatan politik internasionalnya. Sehingga negeri Islam diperlakukan seenaknya oleh negara-negara imperialis. Mereka merampok kekayaan alam negeri Islam. Tidak puas dengan itu, mereka membunuh kaum Muslimin yang dianggap menentang penjajahan mereka, menghancurkan negeri Islam. Masihkah kita berdiam diri? (Farid Wadjdi)

3000 Ulama Jakarta Dukung Penegakan Khilafah

Sekitar 3000an Ulama se-Jabodetabek dan sekitarnya berkumpul di Hall Volley Senayan menghadiri acara Liqa Syawal Hizbut Tahrir Indonesia bersama Ulama. Selain Ulama dan asatidz, hadir pula 500 muballighoh yang turut mendukung tema liqa syawal tahun ini, yaitu Bersama Ulama Tegakkan Khilafah, Ahad, 09 Oktober 2011.
Hikmah Syawal disampaikan oleh Ust Rokhmat S. Labib ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia, di samping Kalimah minal Ulama yang disampaikan oleh Habib Ahmad Idrus As-Saggaf, ulama sepuh Tanjung Priok, Kyai Amin Sholeh dari PP Al-Khairat Bekasi dan KH. Shoffar Mawardi dari Ma’had Darul Muwahhid Srengseng Jakarta Barat.
Habib Ahmad Idrus As-Saggaf yang merupakan habaib di Tanjung Priok yang mendukung tegaknya Syariah Khilafah, menyeru kepada para ulama wabil khusus para habaib untuk turut memperjuangkan Syariah dan Khilafah. Sementara dengan tegas, KH. Shoffar Mawardi menyatakan bahwa saat ini bukan masanya lagi memperdebatkan hukum wajibnya Khilafah… Yang harus dilakukan, khususnya oleh para ulama, adalah ‘bagaimana agar Khilafah segera tegak!. Ini yang harus dibikin ‘bahtsul Masa’il’ oleh para ulama, pintanya kemudian.
Kyai Ahmad Zainuddin, pimpinan Pondok Pesantren Al-Husna Cikampek menyampaikn seruan Hizbut Tahrir Indonesia. “Khilafah adalah fardh[un] ‘alâ jamî’ al-Muslimîn(kewajiban bagi seluruh kaum Muslimin). Sebagaimana layaknya kewajiban, tidak ada pilihan bagi kita kecuali harus ikut berjuang dalam menegakkannya. Selama khlafah belum berdiri, seluruh umat wajib ikut ambil bagian dalam kewajiban ini.
Para ulama tentu harus mengambil peran dan bagian yang lebih besar dalam perjuangan ini. Sebab, ulama adalah hamba-hamba Allah Swt yang takut kepada-Nya (QS Fathir [35]: 28. Takutnya terhadap Azab Allah Swt akan membuat mereka bersemangat dalam kewajiban agung ini. Mereka juga tidak akan berani menyembunyikan wajibnya khilafah dan menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah. Sebagai pewaris ilmu para nabi, para ulama itu tentu tak henti mengajarkan dan mendakwahkan syariah yang diwariskan Nabi saw. Mereka juga akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menegakkan khilafah, sistem pemerintahan yang diwariskan Rasulullah saw.
Para ulama bukanlah pewaris peradaban bangsa Yunani sehingga mereka turut latah mempropagandakan demokrasi. Mereka juga bukan pewaris Adam Smith, Jhon Locke, Montesque, Karl Marx, dan tokoh-tokoh kafir lainnya. Oleh karenanya, mereka mereka tidak akan mau ikut-ikutan menyebarkan Liberalisme, Kapitalisme, Pluralisme, HAM dan ide kufur lainnya. Mereka juga tidak akan membela dan mempertahankan mati-matian negara sekular yang menolak campur tangan syariah dalam pengaturan masyarakat dan Negara”. Demikian cuplikan Seruan Syawal Hizbut Tahrir Indonesia.
Pada acara yang sama, dibacakan pula Pernyataan Sikap (Penolakan) Ulama atas RUU Intelijen oleh Ustadz Ahmad Junaidi Ath-Tahyyibi. Setelah pembacaan dilanjutkan dengan penandatangan Pernyataan Ulama (Menolak) RUU Intelijen, yang diiringi oleh pekik Takbir dari ribuan peserta.
Liqa Syawal Hizbut Tahrir Indonesia Bersama Ulama tahun1432 H di Jakarta ini merupakan rangkain pertemuan Syawal Hizbut Tahrir Bersama Ulama di 19 kota di Indonesia. Semua liqa ini mengambil tema yang sama, yaitu ‘Bersama Ulama Tegakkan Khilafah”. Semoga Khilafah segera berdiri..!